K


kini kutahu
mustahil buat seseorang mencintai kita, yang dapat ialah membuat diri kita layak dicintai, selebihnya terserah mereka

kini kutahu
betapapun aku telah peduli, ada saja orang yang tak peduli balik

kini kutahu
bisa bertahun-tahun membangun kepercayaan, dan sedetik merusakkannya

kini kutahu
yang penting bukan memiliki apa dalam hidup ini, namun siapa

kini kutahu
paling lima belas menit berlagak ramah, sesudahnya, hal lain saja

kini kutahu
bukan soal bagaimana berbuat yang terbaik dicapai orang, namun apa yang paling dapat kita kerjakan

kini kutahu
yang penting bukan apa yang terjadi pada orang, namun apa kemudian yang dilakukannya

kini kutahu
apa yang dapat kita lakukan dalam sedetik, dapat membawa nestapa petaka seumur hidup

kini kutahu
betapapun tipis kita mengiris, selalu ada dua muka terhasil

kini kutahu
betapa lamanya untuk menjadi seseorang, yang kuidamkan

kini kutahu
betapa jauh lebih mudah asal menanggapi, daripada berpikir jernih jitu

kini kutahu
harus selalu ucapkan kata kasih sebelum berpisah, karena mungkin itu terakhir jumpa dengannya

kini kutahu
betapa lamanya kita dapat tahan sesuatu, yang semula kita pikir tak mampu

kini kutahu
kita harus pertanggungjawabkan apa yang kita lakukan, betapapun yang kita rasakan

kini kutahu
kita mengendalikan sikap tindak, atau sikap tindak itu mengendalikan kita

kini kutahu
betapa semula hubungan panas keras, dapat saja berubah menjadi teduh lunak,
dan buah-buahnya jauh lebih baik

kini kutahu
pahlawan itu orang yang mengerjakan sesuatu yang harus dilakukan, tak peduli apapun konsekuensinya saat itu

kini kutahu
belajar memberi sesuatu itu, menuntut latihan disiplin diri

kini kutahu
betapa ada saja orang yang sangat mengasihi kita, tetapi tak tahu cara menunjukkannya

kini kutahu
uang itu selalu menipu dan gagal, untuk menjaga martabat sejati

kini kutahu
dengan sahabatlah kita, sanggup mengerjakan segala sesuatu atau tak sesuatupun,
dan merupakan saat yang indah

kini kutahu
orang yang mungkin kita anggap akan menendang kita saat kita jatuh, justru yang dapat membantu kita bertegak

kini kutahu
saat kita marah, kita merasa berhak marah, tetapi bukan hak untuk menjadi jahat

kini kutahu
persahabatan dapat terus bertumbuh makin dalam, sebagaimana juga kasih sejati

kini kutahu
seseorang yang tak mencintai kita seperti kita harap, bukan berarti tak menyayangi dengan segala yang dia miliki

kini kutahu
kedewasaan dan kebijakan itu gayut pengalaman dan pelajaran yang terpetik, daripada sekadar berapa kali sudah berulangtahun

kini kutahu
jangan mencela dan remehkan mimpi dan angan anak-anak, bila mereka percayai kata-kata kita, dapat nantinya menjadi bencana

kini kutahu
keluarga itu tak selalu disamping kita, bahkan yang bukan keluarga justru memelihara, mengasihi dan mengajar menghadapi dunia luas, keluarga itu bukan semata biologis

kini kutahu
betapa baikpun kawan, suatu ketika akan menyakiti, maka harus selalu siap memberi maaf kepadanya dan siapapun

kini kutahu
tidak cukup hanya dimaafkan oleh orang lain, diri kita sendiripun terkadang perlu dapat memaafkan kita

kini kutahu
betapa parah pun luka dan patah hati kita, dunia akan terus berputar tanpa mesti melirikmu

kini kutahu
latarbelakang dan lingkungan dapat mempengaruhi diri, namun kita sendiri bertanggungjawab akan menjadi bagaimana

kini kutahu
kala sesama kawan bertarung, kita harus ada di satu pihak, betapapun kita merasa tidak enak melakukannya

kini kutahu
orang bertengkar tak mesti karena saling benci, dan tiada pertengkaran bukan berarti ada kasih

kini kutahu
terkadang kita perlu mengedepankan orangnya terlebih dulu, daripada menyimaki kelakuannya

kini kutahu
kita tak harus berganti kawan, walau kita tahu kawan itu dapat berubah

kini kutahu
tak harus kita mati-matian mengejar suatu rahasia, bila hal itu dapat mengubah dan merusak kehidupan selamanya

kini kutahu
dua orang dapat melihat dua hal yang tepat sama, namun dengan pengertian yang sangat berlawanan

kini kutahu
betapapun kita menjaga anak-anak agar tak terluka, tetap saja mereka terluka, dan kita dapat ikut terluka

kini kutahu
ada begitu banyak jalaran jatuh dan terperangkap cinta

kini kutahu
betapapun akibatnya, orang yang jujur dengan dirinya, akan melangkah dan memperoleh lebih dalam hidup ini

kini kutahu
berapa banyak pun teman kaumiliki, betapa kau adalah tiang pancang mereka, kau akan tetap merasa sepi dan hilang, saat kau paling sangat perlukan mereka

kini kutahu
hidup kita dapat diubahkan dalam hitungan jam, oleh orang yang bahkan tak mengenal kita

kini kutahu
biarpun kaupikir tiada lagi dapat kaubantukan pada kawan yang memerlukan, kau pasti masih punya kekuatan untuk menolong

kini kutahu
membaca dan menulis, sebagaimana bicara, dapat mengurangi sesaknya rasa hati

kini kutahu
paradigma hidup kita, bukan satu-satunya pembatas anugerah yang kita terima

kini kutahu
bahwa pengakuan dan ungkapan hati saja, bukan sesuatu yang merendahkan harkat manusia

kini kutahu
bahwa orang yang paling kita kasihi, justru diambil dari kita terlampau cepat

kini kutahu
dalam makna apapun kata “cinta” itu, akan lenyap maknanya bila dipakai berlebihan

kini kutahu
betapa sukarnya menarik pemisah, antara sikap ramah dan tak menyakiti hati orang, dengan tampil menyatakan pemikiran serta keyakinan

Bagikanlah kata-kata bijak ini kedalam budi hatimu dan kawan-kawan, karena ukuran praxis pekerti ultimat adalah kemanusiaan, kita ada- bersama, di dunia ini.

Share Button

Alkisah, di sebuah kota kecil di Jepang, terdapat seorang anak yg lengan kirinya buntung, tetapi ia sangat menyukai beladiri judo, dan sudah mengikuti latihan di sebuah dojo.

Selama berlatih, sang guru hanya mengajarkan satu jurus saja. Walaupun jurus itu termasuk sukar untuk dikuasai, anak ini merasa tak puas, karena ia melihat murid-murid lainnya mempelajari bermacam-macam teknik. Akhirnya setelah 6 bulan, ia tak kuasa lagi menahan kesabarannya. Lantas ia menemui sang guru; “Sensei, bolehkah aku bertanya? Mengapa selama 6 bulan ini aku hanya berlatih jurus ini saja”. Gurunya hanya menjawab singkat “Karena engkau murid yang istimewa dan hanya jurus ini yang engkau perlukan” Ia tak berani lagi bertanya dan memilih untuk berlatih dengan tekun. Semakin lama jurus itu semakin dikuasainya dan mendarah daging dalam dirinya. Tak ada seorangpun yang semahir dia dalam menggunakan jurus tsb.

Setahun kemudian, sang guru menyertakan dirinya dalam kejuaran nasional di ibukota. Walaupun merasa pesimis & minder, ia menuruti permintaan sang guru & mereka berangkat ke ibukota.

Kejuaraan dimulai. Di luar dugaannya, dengan mudah ia bisa menjatuhkan & mengunci lawan-lawannya. Babak demi babak ia lalui, sampai akhirnya ia harus menghadapi juara tahun lalu di babak Final. Walau memakan waktu cukup lama dan menguras tenaganya, lagi-lagi ia
berhasil memenangkan pertandingan.

Dalam perjalanan pulang, sembari membahas & mengevaluasi pertarungannya, sang anak bertanya kembali “Sensei, saya heran, mengapa hanya bermodal satu jurus ini saja saya bisa memenangi pertandingan. Saya masih belum mengerti ucapan Sensei dulu, apa istimewanya saya dan mengapa hanya satu jurus ini?”

Sang Sensei tersenyum & berkata; “Muridku, Cara bertarung setiap orang adalah unik, tergantung dari kekuatan & kelemahannya. Praktisi beladiri perlu mempelajari berbagai teknik & jurus sampai akhirnya ia menemukan kekuatan & kelemahannya dan akhirnya memilih teknik & jurus yang sesuai, yaitu teknik2 yg memanfaatkan kekuatanya dan menutupi kekurangan atau bahkan mengubahnya sebagai kekuatan”.

“Engkau istimewa, karena kekuranganmu sudah jelas. Sehingga tak perlu engkau menghabiskan waktu mempelajari berbagai jurus & teknik yang sudah pasti tidak engkau perlukan. Dan jurus itu paling cocok bagimu, karena selain jurus tersebut salah satu jurus tersulit dalam Judo, satu-satunya cara untuk menghadapinya adalah dengan mengunci lengan
kirimu”.

Kadang orang mengira bahwa kekurangannya merupakan hukuman, kutukan dan menyesalinya. Padahal, di dunia ini banyak sekali terdapat kemungkinan dan tak mungkin semuanya diraih. Orang-orang yg memahami kekurangannya seharusnya bisa menyadari hal2 yang mustahil ia lakukan dan tak membuang waktu percuma untuk mengejarnya. Dan orang-orang yang juara adalah orang2 yang menggunakan semaksimal kekuatannya dan juga berhasil menggunakan kelemahannya juga sebagai kekuatan.

Share Button

Kisah Alergi Hidup

Seorang pria mendatangi seorang Guru. Katanya : “Guru, saya sudah bosan hidup. Benar-benar jenuh. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu gagal. Saya ingin mati”.

Sang Guru tersenyum : “Oh, kamu sakit”.

“Tidak Guru, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati”.

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Guru meneruskan : “Kamu sakit. Penyakitmu itu bernama “Alergi Hidup”. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan. Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan ini
mengalir terus, tetapi kita menginginkan keadaan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit. Usaha pasti ada pasang-surutnya. Dalam berumah-tangga, pertengkaran kecil itu memang wajar. Persahabatan pun tidak selalu langgeng. Apa sih yang abadi dalam hidup ini ? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita”.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu benar-benar bertekad ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku”, kata sang Guru.

“Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup lebih lama lagi”, pria itu menolak tawaran sang Guru.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati ?”, tanya Guru.

“Ya, memang saya sudah bosan hidup”, jawab pria itu lagi.

“Baiklah. Kalau begitu besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini… Malam nanti, minumlah separuh isi botol ini. Sedangkan separuh sisanya kau minum besok sore jam enam. Maka esok jam delapan malam kau akan mati dengan tenang”.

Kini, giliran pria itu menjadi bingung. Sebelumnya, semua Guru yang ia datangi selalu berupaya untuk memberikan semangat hidup. Namun, Guru yang satu ini aneh. Alih-alih memberi semangat hidup, malah menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati.

Setibanya di rumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh sang Guru tadi. Lalu, ia merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Begitu rileks, begitu santai ! Tinggal satu malam dan satu hari ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah.

Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Ini adalah malam terakhirnya. Ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya amat harmonis. Sebelum tidur, ia mencium istrinya dan berbisik, “Sayang, aku mencintaimu”

Sekali lagi, karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis.

Esoknya, sehabis bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Setengah jam kemudian ia kembali ke rumah, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat dua cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Sang istripun merasa aneh sekali dan berkata : “Sayang, apa yang terjadi hari ini ? Selama ini, mungkin aku salah. Maafkan aku sayang”.

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Bos kita kok aneh ya ?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran,
bahkan menghargai terhadap pendapat-pendapat yang berbeda. Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya.

Pulang ke rumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan. Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya sambil berkata : “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu”. Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan : “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, ayah selalu tertekan karena perilaku kami”.

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya ?

Ia mendatangi sang Guru lagi. Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi dan berkata : “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh. Apabila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan
egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan”.

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP !

Share Button

« Previous PageNext Page »