Archive for January, 2007

Aku sangat menyukai ucapan mama : “Barang milikku yg paling berharga adalah kamu!” Ucapan yang sangat menyejukkan hati. dan sampai sekarang aku masih mengingatnya…

Papa dan mama menikah karena dijodohkan orang tua, demikianlah yg dialami para muda-mudi dizaman itu, tapi hal ini sudah umum, tapi dizaman sekarang peristiwa itu sudah jarang terjadi, kebanyakan adalah hasil pilihan sendiri. Tapi mama sangat mencintai papa, demikian juga dg papa dan tampak selalu mesra, akur bagaikan pasangan cinta sejoli. Sangat sulit dibayangkan bahwa pernikahan mereka pernah diterjang badai! Badai itu nyaris memisahkan mereka. hanya karena emosi sesaat saja!

Papa dan mama bekerja diinstansi yg sama, oleh karena itu setiap hari berangkat dan pulang bersama. Suatu hari mereka kerja lembur, mengadakan stock opname digudang, hingga pukul 2.00 dinihari dan baru pulang kerumah.

Papa sangat letih dan lapar, sampai dirumah tidak ada makanan maupun minuman yg siap disaji. Papa yg lapar minta mama untuk menyiapkan makanan dan minuman. Beberapa hari belakangan ini emosi mama memang tidak stabil, ditambah lagi dg adanya lembur, badan dan pikiran sungguh melelahkan, sehigga dg kondisi yg labil itu, mama spontan menjawab dg nada keras, ” mau makan dan minum, memangnya tidak bisa masak sendiri? Apa tidak punya tangan dan kaki lagi, ya?”

Karena papa juga terlalu capek, dan langsung menjawab dg acuh tak acuh, “kamu ini isteriku, memasak adalah sudah menjadi kewajibanmu!”

Mama langsung merespon, “tengah malam begini mau masak apa? Sudah lewat waktunya makan, orang laki seharusnya lebih kuat dari pada perempuan!”

Mendengar itu, marahlah papa, beliau langsung berteriak dg emosi, “kamu salah makan obat apa kemarin? Mau sengaja cari ribut,ya? Istri memasak untuk suami adalah wajar, kenapa harus tergantung pada waktu? Kamu tidak senang, ya? Kalau tidak senang, kamu pergi saja sekarang dari rumah ini!!!”

Mama tidak menyangka akan menerima reaksi yg begitu keras. Setelah terdiam sesaat, mama kemudian berkata sambil menitikkan air mata, “kamu ingin aku pergi……..aku akan pergi sekarang!” Mama segera kembali kekamar untuk mengemasi barang2nya.

Melihat mama masuk kamar dan berkemas- kemas, papa berkata kepada mama yg membelakanginya, “bagus! Pergi sana! Ambil semua barang2mu dan jangan kembali lagi!”

Beberapa saat kemudian suasana menjadi sunyi senyap, tak ada kata2 kebencian lagi yg muncul, menit demi menit berlalu, tapi mama tetap tak kunjung keluar dari kamar. Merasakan keanehan itu, papa kemudian menyusul masuk kamar dan melihat mama sedang duduk diranjang penuh dengan linangan air mata. Sambil menatap koper kulit besar yg masih tergeletak diatas ranjang. Melihat papa datang, dg ter- isak2 mama berkata, “duduklah diatas koper kulit itu, supaya aku boleh mengenang masa2 perpisahan kita yg terakhir.”

Merasa aneh, maka dengan sendu papa akhirnya tidak tahan juga untuk tidak bertanya, ” “untuk apa?”

Sambil menangis dg ter-putus2 mama berkata, “emas dan perak aku tidak memilikinya,” tapi milikku yang paling berharga adalah kamu!” Kamu dan anak2ku, aku tidak memiliki apapun….”

Meskipun kejadian itu telah lewat lama sekali, tapi aku masih mengingatnya terus sampai sekarang. Apalagi ketika mama mengucapkan kata2 terakhir itu, papa merasa sangat tergoncang, sejak malam itu, papa telah diubah dan telah menjadi sangat hormat dan sayang kepada mama. Menggandeng tangan anak2, merangkul mama serta senantiasa saling berpelukan. Kelak aku juga bercita- cita ingin mendapatkan pasangan yg seperti papa.

Kehidupan apapun yg kita jalani ini, itu tidaklah penting; tapi yg terpenting adalah bagaimana sikap kita dalam menghadapi hidup ini, terutama disaat-saat badai itu muncul.”

Share Button

Seorang anak gadis kecil sedang berdiri terisak didekat pintu masuk sebuah gereja yang tidak terlalu besar, ia baru saja tidak diperkenankan masuk ke gereja tersebut karena “sudah terlalu penuh”.

Seorang pastur lewat didekatnya dan menanyakan kenapa si gadis kecil itu menangis?

“Saya tidak dapat ke Sekolah Minggu” kata si gadis kecil.

Melihat penampilan gadis kecil itu yang acak-acakan dan tidak terurus, sang pastur segera mengerti dan bisa menduga sebabnya si gadis kecil tadi tidak disambut masuk ke Sekolah Minggu. Segera dituntunnya si gadis kecil itu masuk ke ruangan Sekolah Minggu di dalam gereja dan ia mencarikan tempat duduk yang masih kosong untuk si gadis kecil.

Sang gadis kecil ini begitu mendalam tergugah perasaannya, sehingga pada waktu sebelum tidur dimalam itu, ia sempat memikirkan anak-anak lain yang senasib dengan dirinya yang seolah-olah tidak mempunyai tempat untuk memuliakan Jesus.

Ketika ia menceritakan hal ini kepada orang tuanya, yang kebetulan merupakan orang tak berpunya, sang ibu menghiburnya bahwa si gadis masih beruntung mendapatkan pertolongan dari seorang pastur. Sejak saat itu, si gadis kecil berkawan dengan sang pastur.

Dua tahun kemudian, si gadis kecil meninggal di tempat tinggalnya didaerah kumuh,dan sang orang tuanya meminta bantuan dari si pastur yang baik hati untuk prosesi pemakaman yang sangat sangat sederhana. Saat pemakaman selesai dan ruang tidur si gadis di rapihkan, sebuah dompet usang, kumal dan sobek sobek ditemukan, tampak sekali bahwa dompet itu adalah dompet yang mungkin ditemukan oleh si gadis kecil dari tempat sampah. Didalamnya ditemukan uang receh sejumlah 57 sen dan secarik kertas bertuliskan tangan, yang jelas kelihatan ditulis oleh seorang anak kecil yang isinya:

“Uang ini untuk membantu pembangunan gereja kecil agar gereja tersebut bisa diperluas sehingga lebih banyak anak anak bisa menghadiri ke Sekolah Minggu”

Rupanya selama 2 tahun, sejak ia tidak dapat masuk ke gereja itu, si gadis kecil ini mengumpulkan dan menabungkan uangnya sampai terkumpul sejumlah 57 sen untuk maksud yang sangat mulia.

Ketika sang pastur membaca catatan kecil ini, matanya sembab dan ia sadar apa yang harus diperbuatnya. Dengan berbekal dompet tua dan catatan kecil ini, sang pastur segera memotivasi para pengurus dan jemaat gerejanya untuk meneruskan maksud mulia si gadis kecil ini untuk memperbesar bangunan gereja.

Namun Ceritanya tidak berakhir sampai disini. Suatu perusahaan koran yang besar mengetahui berita ini dan mempublikasikannya terus menerus. Sampai akhirnya seorang Pengembang membaca berita ini dan ia segera menawarkan suatu lokasi yang berada didekat gereja kecil itu dengan harga 57 sen, setelah para pengurus gereja menyatakan bahwa mereka tak mungkin sanggup membayar lokasi sebesar dan sebaik itu.

Para anggota jemaat pun dengan sukarela memberikan donasi dan melakukan pemberitaan, akhirnya bola salju yang dimulai oleh sang gadis kecil ini bergulir dan dalam 5 tahun, berhasil mengumpulkan dana sebesar 250.000 dollar, suatu jumlah yang fantastik pada saat itu (pada pergantian abad, jumlah ini dapat membeli emas seberat 1 ton).

Inilah hasil nyata cinta kasih dari seorang gadis kecil yang miskin, kurang terawat dan kurang makan,namun perduli pada sesama yang menderita. Tanpa pamrih, tanpa pretensi.

Saat ini, jika anda berada di Philadelphia, lihatlah Temple Baptist Church, dengan kapasitas duduk untuk 3300 orang dan Temple University, tempat beribu ribu murid belajar. Lihat juga Good Samaritan Hospital dan sebuah bangunan special untuk Sekolah Minggu yang lengkap dengan beratus ratus (yah,beratus ratus) pengajarnya, semuanya itu untuk memastikan jangan sampai ada satu anakpun yang tidak mendapat tempat di Sekolah MInggu.

Didalam salah satu ruangan bangunan ini, tampak terlihat foto si gadis kecil, yang dengan tabungannya sebesar 57 sen, namun dikumpulkan berdasarkan rasa cinta kasih sesama yang telah membuat sejarah. Tampak pula berjajar rapih foto sang pastur yang baik hati yang telah mengulurkan tangan kepada si gadis keci miskin itu, yaitu pastor DR.Russel H.Conwell penulis buku “Acres of Diamonds” – a true story.

Share Button

Sebuah toko hewan peliharaan (pet store) memasang papan iklan yang menarik bagi anak-anak kecil, “dijual anak anjing”. Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan bertanya “Berapa harga anak anjing yang anda jual itu?”

Pemilik toko itu menjawab, “Harganya berkisar antara 30 – 50 Dollar.”

Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, “Aku hanya mempunyai 2,37 Dollar, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang anda jual itu?”

Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya. Tak lama dari kandang aning munculah anjingnya yang bernama Lady yang diikuti oleh lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian di sepanjang lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing yang tampak berlari tertinggal paling belakang.

Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling terbelakang dan tampak cacat itu. Tanyanya, “Kenapa dengan anak anjing itu?

Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat seumur hidupnya.

Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, “Aku beli anak anjing yang cacat itu.”

Pemilik toko itu menjawab, “Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu. Tapi jika kau ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu.”

Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, “Aku tak mau kau memberikan anak anjing itu cuma-cuma padaku. Meski cacat anak anjing itu tetap mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain. Aku akan bayar penuh harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 2,35 Dollar. Tetapi setiap hari akan akan mengangsur 0,5 Dollar sampai lunas harga anak anjing itu.”

Tetapi lelaki itu menolak, “Nak, kau jangan membeli anak anjing ini. Dia tidak bisa lari cepat. Dia tidak bisa melompat dan bermain sebagaiman anak anjing lainnya.”

Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana itu tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, “Tuan, aku pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu membutuhkan seseorang yang mau mengerti penderitaannya.”

Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata menetes dari sudut matanya. Ia tersenyum dan berkata, “Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai majikan sebaik engkau.”

Bahkan mereka yang cacat pun mempunyai nilai yang sama dengan mereka yang normal……………

Share Button